Tlii| Poso Sulteng – Sudah tiga tahun berlalu sejak warga Desa Masewe, Kecamatan Pamona Timur, Kabupaten Poso menyampaikan tuntutan mereka kepada pemerintah, namun hingga kini belum ada tanggapan yang memuaskan.
Salah satu warga Desa Masewe, dalam unggahan kritiknya di akun media sosial Facebook dengan nama akun Dedy Rampalodji Gintu, menyoroti empat tuntutan utama yang hingga kini belum mendapatkan respons memadai dari pemerintah desa. Sebagai bentuk protes, warga bahkan telah melakukan penyegelan kantor desa, namun langkah tersebut belum membawa perubahan signifikan.
“Warga semakin geram dengan lambannya penyelesaian masalah yang telah dilaporkan, termasuk dugaan penyalahgunaan Dana Desa selama tiga tahun terakhir,” tulis Dedy dalam akun Facebooknya.
Empat Tuntutan Warga
- Pengembalian Tenda Jadi Warga menuntut pengembalian tenda jadi yang sebelumnya telah dijual ke pengumpul besi tua. Akibat penjualan tersebut, Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) harus membayar Rp 35 juta untuk pengadaan tenda baru, yang spesifikasinya lebih kecil dibandingkan tenda sebelumnya. Jika sebelumnya tenda memiliki enam kolom dan ukuran lebih luas, kini hanya terdiri dari lima kolom dengan ukuran yang lebih kecil.
- Pengembalian Mesin Molen Hingga saat ini, keberadaan mesin molen yang disebut telah diantarkan oleh salah satu perangkat desa masih menjadi misteri.
Mesin tersebut dikabarkan hilang di bengkel milik seorang warga Desa Pasir Putih, Kecamatan Pamona Selatan, namun belum ada kejelasan atau pertanggungjawaban dari pihak desa mengenai keberadaan alat tersebut.
- Pembagian bibit coklat yang tidak adil setelah aksi demonstrasi warga dan penyegelan kantor desa, bibit coklat baru didistribusikan. namun, terdapat kejanggalan dalam proses pembagian.
Bibit yang didatangkan bukan dari Kilo 9, seperti yang sebelumnya disebut oleh kepala desa, melainkan dari wilayah selatan. selain itu, bibit tersebut dipesan pada hari sabtu dan harus dibagikan pada hari minggu, yang menimbulkan pertanyaan mengenai transparansi pengadaan bibit tersebut.
Warga juga menyoroti ketidakadilan dalam distribusi bibit, di mana kepala desa menerima bibit terlebih dahulu sebelum warga lainnya. Beberapa warga hanya mendapatkan 25 pohon, sementara yang lain tidak kebagian sama sekali. Parahnya, harga bibit yang dibeli oleh desa dilaporkan mencapai tiga kali lipat dari harga saat dana ditransfer ke Kades Kilo 9.
- Kepala desa diminta aktif masuk kantor warga juga menuntut agar kepala desa lebih disiplin dalam menjalankan tugasnya. Berdasarkan pengamatan warga, kepala desa hanya masuk kantor satu hari dalam seminggu di Desa Masewe, sementara sisanya lebih sering berada di Sawidago. Hal ini menimbulkan pertanyaan terkait aturan hari kerja seorang pemimpin desa.
Selain itu, muncul dugaan bahwa kepala desa kerap meminta dana dari bendahara tanpa adanya kejelasan penggunaan, menjadikan Dana Desa seolah-olah sebagai koperasi pribadi yang hanya digunakan untuk kepentingan tertentu.
Dengan adanya tuntutan ini, warga berharap pihak berwenang segera turun tangan untuk menyelesaikan permasalahan yang ada dan memastikan pengelolaan Dana Desa yang transparan serta bertanggung jawab.
Dalam kasus dugaan penyalahgunaan wewenang kepala desa seperti yang terjadi di Desa Masewe, ada beberapa aturan yang dapat dijadikan dasar hukum untuk menindaklanjutinya:
1. Undang-Undang yang Mengatur Dana Desa dan Wewenang Kepala Desa
a. Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa
-
Pasal 26 ayat (4) menyebutkan bahwa kepala desa wajib:
- Melaksanakan prinsip tata kelola pemerintahan desa yang baik, transparan, akuntabel, dan partisipatif.
- Mengelola keuangan desa secara transparan dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Tidak melakukan tindakan korupsi, kolusi, dan nepotisme dalam penyelenggaraan pemerintahan desa.
-
Pasal 27 menyatakan bahwa kepala desa dapat diberhentikan jika terbukti melanggar sumpah/janji jabatan, melakukan perbuatan yang bertentangan dengan peraturan perundang-undangan, atau melakukan tindakan yang merugikan kepentingan masyarakat desa.
b. Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 43 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksanaan UU Desa
- Pasal 48 mengatur bahwa pengelolaan keuangan desa harus transparan dan dapat diakses oleh masyarakat.
- Pasal 51 menyebutkan bahwa kepala desa yang menyalahgunakan wewenang dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana.
2. Dugaan Korupsi dan Penyalahgunaan Anggaran
a. Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
- Pasal 2 ayat (1): Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain yang merugikan keuangan negara, dapat dihukum pidana penjara seumur hidup atau minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun serta denda Rp 200 juta – Rp 1 miliar.
- Pasal 3: Jika pejabat negara atau kepala desa menyalahgunakan kewenangannya untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain dan merugikan negara, dapat dipidana minimal 1 tahun dan maksimal 20 tahun penjara serta denda Rp 50 juta – Rp 1 miliar.
3. Pengawasan dan Tuntutan Hukum
- Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 73 Tahun 2020 tentang Pengawasan Pengelolaan Keuangan Desa mengatur bahwa Inspektorat Kabupaten/Kota wajib melakukan pengawasan penggunaan Dana Desa.
- Masyarakat dapat melaporkan dugaan penyimpangan keuangan desa ke Inspektorat, Ombudsman, atau bahkan ke aparat penegak hukum seperti Kejaksaan atau Kepolisian.
Kesimpulan
Jika kepala desa terbukti menyalahgunakan Dana Desa, tidak transparan dalam pengelolaan anggaran, atau melakukan tindakan yang merugikan masyarakat, maka ia dapat dikenakan sanksi administratif hingga pidana sesuai peraturan di atas.
Untuk menindaklanjuti kasus ini, warga bisa:
- Melaporkan secara resmi ke Inspektorat Kabupaten Poso untuk audit penggunaan Dana Desa.
- Mengajukan pengaduan ke DPRD atau Bupati agar kepala desa dievaluasi.
- Jika ada bukti kuat penyalahgunaan keuangan desa, bisa dilaporkan ke Kejaksaan atau Kepolisian untuk diproses secara hukum.RED