TimeLinesiNews| Tajuk rencana-Fenomena pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (P3K) “siluman” kembali mencuat di tahun 2025. Istilah “siluman” merujuk pada pengangkatan P3K yang dianggap tidak transparan, tidak melalui prosedur yang jelas, dan cenderung menimbulkan polemik di kalangan tenaga honorer serta masyarakat luas. Fenomena ini menjadi perhatian serius karena menyangkut asas keadilan dan profesionalisme dalam perekrutan aparatur sipil negara (ASN).
Ketimpangan dalam Rekrutmen
Pengangkatan P3K yang tidak transparan menciptakan ketidakadilan bagi ribuan tenaga honorer yang telah bertahun-tahun mengabdi. Mereka yang telah lama bekerja dengan harapan diangkat menjadi P3K justru tersisih oleh individu yang tiba-tiba mendapatkan status pegawai tanpa proses seleksi yang jelas. Hal ini ibarat menang lotre, di mana keberuntungan lebih berperan dibandingkan kompetensi dan pengalaman kerja.
Regulasi dan Ketentuan Perekrutan P3K
Rekrutmen P3K diatur dalam beberapa regulasi, di antaranya:
- Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN), yang mengatur bahwa P3K merupakan bagian dari ASN bersama Pegawai Negeri Sipil (PNS) dengan hak dan kewajiban yang berbeda.
- Peraturan Pemerintah Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen P3K, yang menegaskan bahwa rekrutmen P3K harus dilakukan secara transparan, akuntabel, serta berbasis kompetensi.
- Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Permenpan RB) Nomor 28 Tahun 2021, yang mengatur mekanisme seleksi dan pengangkatan P3K berdasarkan kebutuhan instansi pemerintah.
Meskipun regulasi telah ada, dalam praktiknya masih banyak celah yang memungkinkan terjadinya penyimpangan. Lemahnya pengawasan serta intervensi pihak tertentu membuat proses seleksi tidak berjalan sebagaimana mestinya.
Dampak Negatif bagi Profesionalisme ASN
Fenomena P3K siluman berpotensi menurunkan profesionalisme dan kualitas pelayanan publik. Pengangkatan yang tidak berbasis kompetensi akan menghasilkan aparatur yang kurang kompeten dalam menjalankan tugasnya. Selain itu, ketidakadilan dalam seleksi akan semakin menurunkan motivasi tenaga honorer yang sudah lama mengabdi.
Langkah Solutif
Untuk mengatasi permasalahan ini, beberapa langkah solutif yang bisa diterapkan antara lain:
- Transparansi dalam Rekrutmen: Pemerintah harus memperketat mekanisme seleksi dengan sistem yang lebih terbuka dan dapat diaudit secara publik.
- Peningkatan Pengawasan: Lembaga pengawas independen perlu dilibatkan dalam mengawal proses seleksi P3K agar tidak terjadi penyalahgunaan wewenang.
- Revisi dan Evaluasi Regulasi: Regulasi yang ada harus dievaluasi dan diperbaiki agar lebih ketat dalam menutup celah bagi praktik P3K siluman.
Keberadaan P3K seharusnya menjadi solusi bagi tenaga honorer, bukan justru menambah masalah baru. Oleh karena itu, pemerintah perlu memastikan bahwa kebijakan pengangkatan P3K benar-benar dijalankan sesuai dengan prinsip meritokrasi, transparansi, dan keadilan.