TLii|POSO-Setiap tahun, tradisi padungku menjadi sorotan utama di Kabupaten Poso, Sulawesi Tengah. Merupakan warisan dari budaya dan agama kuno Suku Pamona, padungku telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan masyarakat Poso, melintasi batas suku dan agama.
Namun, seiring berjalannya waktu, padungku telah mengalami evolusi. Di satu sisi, ia tetap menjadi momen penuh syukur kepada Tuhan, seperti yang dipersembahkan oleh petani sawah dalam menyambut hasil panen. Namun, di sisi lain, padungku juga menjadi ajang pesta bagi masyarakat, menghadirkan kekayaan kuliner dan kebudayaan Poso yang kental.
Salah satu hidangan yang tak terpisahkan dari padungku adalah Inuyu atau nasi bambu. Hidangan ini, dengan beras pulut mentah yang dicampur dengan bawang goreng, jahe, dan sari daun pandan, dipanggang dalam bambu muda dengan santan kental, menciptakan aroma dan rasa yang khas dari Poso.
Selain Inuyu, hidangan lain seperti Winalu, nasi yang direbus dalam bambu berbungkus daun khusus, juga menjadi ikon padungku. Di samping itu, berbagai hidangan laut dan daging, dari sidat hingga ayam dan sapi, juga turut meramaikan meja makan.
Namun, padungku bukan sekadar soal kuliner. Ini adalah momen di mana setiap kecamatan memiliki jadwal berbeda sesuai dengan panen lokal. Bagi masyarakat di sekitar danau Poso, padungku adalah saat untuk merayakan kebersamaan dengan rumah terbuka yang ramai oleh tamu dari desa-desa tetangga.
Tak hanya soal makanan, padungku juga diramaikan dengan tarian Dero, sebuah tradisi dari Suku Pamona yang masih terpelihara hingga kini. Dero, tarian yang memperlihatkan keharmonisan masyarakat Poso, menjadi puncak dari semangat persatuan dalam tradisi padungku.
Dalam tradisi ini, keramahan dan toleransi tergambar jelas. Setiap tamu, termasuk yang memiliki preferensi makanan khusus, disambut dengan hangat. Masyarakat juga diberi kebebasan untuk membawa pulang hidangan yang disediakan, mengokohkan makna berbagi dan solidaritas dalam budaya Poso.
Sebagai penutup, padungku bukan hanya tentang makanan dan tarian, melainkan sebuah perayaan kehidupan yang menyatukan masyarakat Poso dalam keragaman dan kebersamaan. Tradisi ini bukan sekadar warisan leluhur, tetapi juga momentum untuk merayakan keberagaman dan kekayaan budaya Sulawesi Tengah.