Mengapa Penduduk Indonesia Tidak Menguasai Bahasa Belanda Meski Dijajah Selama 350 Tahun?

REDAKSI

- Redaksi

Senin, 16 September 2024 - 17:13 WIB

20313 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

TLii | Jakarta – Indonesia pernah dijajah oleh beberapa negara, salah satunya adalah Belanda yang menjajah selama sekitar 350 tahun. Namun, meskipun penjajahan berlangsung begitu lama, penduduk Indonesia saat ini jarang yang bisa berbahasa Belanda. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa bahasa Belanda tidak menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia seperti halnya bahasa bekas penjajah di negara-negara lain?

Penelusuran sejarah menunjukkan bahwa ada sejumlah faktor penting yang membuat bahasa Belanda tidak tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia, meskipun penjajahan berlangsung cukup lama.

  1. Pendidikan Hanya untuk Elite

Selama masa kolonial, bahasa Belanda memang digunakan dalam pendidikan, namun aksesnya sangat terbatas. Sekolah-sekolah seperti Hollandsch-Inlandsche School (HIS), yang mengajarkan bahasa Belanda, hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan elite pribumi atau orang Belanda. Sebagian besar penduduk pribumi tidak memiliki kesempatan belajar di sekolah-sekolah ini.

Banyak masyarakat pribumi tetap berada di luar sistem pendidikan formal, dan bahasa Belanda pun hanya diajarkan kepada segelintir orang yang memiliki status sosial tinggi. Akibatnya, bahasa Belanda tidak menyebar luas di kalangan penduduk umum.

  1. Dominasi Bahasa Melayu

Pada masa penjajahan, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai lingua franca atau bahasa penghubung di kepulauan Nusantara. Bahasa ini dipakai dalam perdagangan, komunikasi antar suku, dan dalam administrasi sehari-hari. Bahkan, pemerintah kolonial Belanda juga sering menggunakan bahasa Melayu dalam berinteraksi dengan penduduk pribumi yang tidak memahami bahasa Belanda.

Bahasa Melayu lebih diterima oleh masyarakat lokal karena memiliki akar budaya yang kuat. Bahkan setelah Belanda menjajah, bahasa ini tetap dipertahankan oleh masyarakat pribumi, yang menganggapnya sebagai identitas penting.

  1. Kebijakan Sosial Belanda

Pemerintah kolonial Belanda menerapkan stratifikasi sosial yang ketat, di mana bahasa Belanda hanya digunakan oleh orang Belanda, Indo-Belanda, dan segelintir elite pribumi. Bagi penduduk pribumi secara umum, bahasa Belanda tidak diajarkan secara luas, sehingga bahasa tersebut tetap menjadi bahasa eksklusif dan tidak mengakar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.

  1. Penolakan Pribumi terhadap Bahasa Belanda

Di sisi lain, masyarakat pribumi juga memiliki sikap penolakan terhadap bahasa Belanda. Meskipun beberapa kebijakan mewajibkan pembelajaran bahasa Belanda di sekolah-sekolah, banyak masyarakat lokal yang menolak untuk mengadopsi bahasa penjajah tersebut. Mereka lebih memilih bahasa Melayu, yang dianggap sebagai bahasa ibu yang mengakar kuat di Nusantara.

Baca Juga :  ACEH EXPOR 10 TON IKAN TUNA KE ARAB SAUDI

Pasca Kemerdekaan

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, bahasa Belanda semakin kehilangan relevansinya. Pemerintah Indonesia memilih bahasa Melayu sebagai dasar untuk bahasa nasional, yang kemudian disebut sebagai bahasa Indonesia. Hal ini semakin menjauhkan bahasa Belanda dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, meskipun Belanda pernah mendominasi selama ratusan tahun.

Kini, meskipun ada sebagian kecil masyarakat yang masih mempelajari bahasa Belanda, terutama untuk keperluan akademis atau sejarah, bahasa ini tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari identitas budaya Indonesia.

Sejarah panjang penjajahan Belanda di Indonesia tidak serta merta membuat bahasa Belanda menjadi bahasa yang umum di kalangan masyarakat. Faktor-faktor seperti keterbatasan akses pendidikan, dominasi bahasa Melayu, kebijakan sosial kolonial, serta keteguhan pribumi mempertahankan bahasa lokal, menjadi alasan utama mengapa bahasa Belanda tidak pernah mengakar di Indonesia.

Pengaruh Bahasa Belanda di Indonesia Hari Ini

Meskipun bahasa Belanda tidak pernah menjadi bahasa umum di Indonesia, jejaknya masih dapat ditemukan dalam beberapa aspek kehidupan, terutama dalam istilah-istilah hukum, teknik, dan tata kota. Banyak kosakata yang digunakan dalam administrasi pemerintahan dan hukum di Indonesia berasal dari bahasa Belanda. Contoh kata-kata seperti advokat, notaris, akte, dan pengadilan merupakan serapan dari bahasa Belanda.

Selain itu, beberapa bangunan bersejarah di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, masih menyimpan nama-nama jalan, gedung, dan infrastruktur yang berakar dari bahasa Belanda. Misalnya, kawasan Menteng di Jakarta dan pusat kota Bandung yang dikenal dengan tata kota khas kolonial Belanda, masih menampilkan nama-nama jalan dengan pengaruh bahasa Belanda.

Minat Terhadap Bahasa Belanda Saat Ini

Di era modern, bahasa Belanda masih dipelajari oleh sebagian kalangan di Indonesia, terutama mereka yang tertarik dengan sejarah, hukum, atau hubungan akademis dengan Belanda. Banyak universitas di Indonesia menawarkan program studi yang mempelajari bahasa Belanda, khususnya di bidang hukum dan sejarah kolonial.

Selain itu, hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Belanda dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan juga mendorong minat untuk belajar bahasa Belanda. Beasiswa dan program pertukaran pelajar ke Belanda kerap mengharuskan calon penerima untuk memiliki kemampuan dasar bahasa Belanda.

Baca Juga :  "Takengon, Central Aceh, Aceh Province, Indonesia: Immigration Detains Three French Nationals for Visa Violations in Gayo Lues."

Peran Belanda dalam Sejarah Bahasa Indonesia

Uniknya, meskipun bahasa Belanda tidak menyebar luas, Belanda secara tidak langsung memainkan peran penting dalam pembentukan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu, yang di kemudian hari diangkat sebagai bahasa nasional Indonesia, justru berkembang pesat pada masa kolonial sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan institusi resmi di Hindia Belanda. Kebijakan Belanda yang lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dalam interaksi dengan pribumi akhirnya memperkuat posisi bahasa Melayu sebagai bahasa yang menyatukan berbagai suku bangsa di Nusantara.

Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia yang berbasis pada bahasa Melayu, diresmikan sebagai bahasa nasional, menggantikan bahasa Belanda dan bahasa daerah sebagai alat komunikasi resmi. Langkah ini mencerminkan semangat kebangsaan dan keinginan untuk menghilangkan jejak-jejak kolonialisme.

Warisan Sejarah dan Budaya

Meski masa penjajahan membawa banyak penderitaan, peninggalan budaya dan arsitektur Belanda masih memiliki tempat dalam sejarah Indonesia. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya menyimpan banyak bangunan bergaya arsitektur Belanda, yang kini dilestarikan sebagai situs sejarah. Museum-museum dan situs bersejarah ini menjadi saksi bisu dari interaksi yang kompleks antara Indonesia dan Belanda selama berabad-abad.

Selain itu, berbagai makanan dan kebiasaan kuliner seperti klappertaart, poffertjes, dan rijsttafel (hidangan khas Belanda) masih dikenal dan dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia, mencerminkan warisan budaya yang tidak sepenuhnya hilang meskipun penjajahan telah berakhir.

Penutup

Sejarah panjang penjajahan Belanda di Indonesia meninggalkan jejak yang mendalam, namun tidak sampai mengubah bahasa masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Keteguhan penduduk pribumi dalam mempertahankan bahasa lokal, ditambah dengan keterbatasan akses pendidikan untuk mempelajari bahasa Belanda, menjadi faktor utama mengapa bahasa penjajah itu tidak menjadi bahasa dominan di Indonesia.

Pasca kemerdekaan, Indonesia memilih jalan yang berbeda dengan menegaskan bahasa Indonesia sebagai simbol persatuan bangsa, meninggalkan bahasa Belanda sebagai bagian dari masa lalu yang hanya dipelajari oleh segelintir orang. Warisan Belanda tetap hidup, tetapi bukan dalam bentuk bahasa yang sehari-hari digunakan, melainkan dalam jejak sejarah, hukum, dan arsitektur yang masih dapat ditemui hingga saat ini.

Baca artikel CNN Indonesia “Indonesia Lama Dijajah Belanda, Tapi Kenapa Tidak Bisa Bahasanya?”

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Indonesia Masuk BRICS, Cita-cita dan Penantian 11 Tahun Prabowo
Respon Cepat Polda Aceh dan Polresta Banda Aceh Jemput Korban TPPO di Malaysia
FDK UIN Ar-Raniry, UMT dan UnIPSAS Malaysia Berjaya Kolaborasi Program
Kemenkumham Targetkan Seluruh Layanan Publik Berbasis Digital pada Tahun 2025
Ir. Pidel Hutahaean, M.M Gelar Syukuran Usai Dilantik Menjadi Anggota DPRD Kabupaten Toba.
Robinson Tampubolon, S.H. Kembali Dilantik Jadi Anggota DPRD Toba Masa Bakti 2024-2029
Wujudkan Lingkungan JKN Tanpa Kecurangan, BPJS Kesehatan Rangkul Stakeholder
Aceh Police Arrest Home Burglary Trio, Goods Transported to Medan

Berita Terkait

Kamis, 9 Januari 2025 - 16:50 WIB

Pangdam Iskandar Muda Menerima Audiensi PT. Indolok Bakti Utama.

Kamis, 9 Januari 2025 - 08:59 WIB

Wakil Ketua Komisi I DPRA, Ceulangiek, meminta pemerintah Aceh segera menyelesaikan status tenaga Non-ASN Seleksi 2024 Pada Tahun 2025.

Rabu, 8 Januari 2025 - 19:18 WIB

Kunjungan ke Aceh, Kasad Beri Pengarahan Kepada Ribuan Prajurit Dan Persit.

Rabu, 8 Januari 2025 - 17:32 WIB

Kunjungi Kodam Iskandar Muda, Kasad Resmikan Sumur Bor TNI Manunggal Air Di Dayah Madinatuddiniyah Nurul Huda, Kab. Aceh Utara.

Rabu, 8 Januari 2025 - 16:03 WIB

Pangdam IM Didampingi Ketua Persit KCK Daerah IM Sambut Kasad Dan Ketua Umum Persit KCK Di Bandara Malikusaleh.

Rabu, 8 Januari 2025 - 13:33 WIB

Kapolda Sumut Hadiri Perayaan Natal Kodam I/Bukit Barisan

Rabu, 8 Januari 2025 - 11:54 WIB

Polda Sumut Berhasil Ungkap 26 Kasus Narkoba dalam Sepekan, 31 Tersangka Diamankan

Rabu, 8 Januari 2025 - 11:10 WIB

Polda Aceh Berhasil Gagalkan Perdagangan Anak di Bawah Umur

Berita Terbaru

Exit mobile version