TIMELINE INEWS>>PANDEGLANG -Bagi sebagian masyarakat Pandeglang, tak lengkap rasanya kalau berbuka puasa tanpa kudapan khas bernama apem bohay. Bak jamur di musim hujan, kue ini sering muncul saat bulan puasa.
Jumlah penjualnya melonjak, hampir disetiap sudut pusat perkotaan Pandeglang, terlihat penjual kue apem bohay. Menjamurnya penjual kue apem bohay, seiring dengan tingginya permintaan akan kue yang diproduksi di Desa Kadubungbang, Kecamatan Cimanuk, Kabupaten Pandeglang ini.
Seorang penjual apem bohay yang berdagang di Jalan Protokol Serang-Pandeglang, Mahfud mengatakan, sudah dua pekan dia menjajakan kue khas favorit masyarakat Pandeglang ini. Dalam sehari, dia bisa menghabiskan lebih dari lima puluh bungkus apem bohay.
“Harganya Rp15 ribu per bungkus. Itu sudah sama gula cairnya. Kalau mau tambah gula cairnya, tinggal tambah Rp3.000,” ujarnya.
Peminat apem bohay ini ternyata bukan hanya masyarakat Pandeglang. Tak sedikit pula masyarakat dari luar Pandeglang, yang juga ikut membeli berbungkus-bungkus apem bohay, seperti dari Kota Serang dan Cilegon.
“Bagi mereka, berbuka tanpa apem bohay itu seperti kurang afdol puasanya,” katanya berkelakar.
Seperti Namanya, apem bohay ini Merujuk pada bentuknya yang persegi besar, bertekstur kenyal, lembut, dan berwarna putih mulus. Pem bohay memiliki kelembutan yang berbeda, dibandingkan dengan jenis apem putih lainnya. Karena itu banyak yang lebih memilih apem bohay untuk memanjakan lidah mereka.
Selain itu, cara membuat apem bohay ini berbeda, yakni cara makannya yang dicelupkan ke suos gula merah. Perpaduan inilah yang menciptakan sensasi berbeda dalam menyantap kue apem bohay.
Bahan-bahan pembuat kue apem ini mudah ditemui di pasaran, karena hanya terdiri tepung beras dan tapai saja. Namun untuk membuat rasa apem ini enak, membutuhkan takaran yang pas, dan pengalaman yang tidak sebentar.
Nuriah, salah satu pemilik rumah produksi apem putih bohay di Desa Kadubungbang, Kecamatan Cimanuk mengaku tidak ada rahasia. Namun takaran yang pas menjadi kunci utama pembuatan kue ini.
“Proses fermentasinya paling lama, karena memakan waktu hingga 9 jam,” ucapnya.
Sudah lebih dari tiga tahun Nuriah menjalani profesi ini. Nuriah mengaku mampu memproduksi apem putih sebanyak empat karung beras berukuran 25 kilogram, atau satu kwintal per hari saat bulan Ramadhan.
“Kalau bulan biasa paling habis 1 karung. Tapi karena permintaan puasa meningkat, sehari bisa menghabiskan 4 karung untuk 4.000-6.000 bungkus sehari,” ujarnya.
Kelezatan ini diakui oleh salah satu warga Pandeglang, umi. Wanita asal Kecamatan Cipeucang ini sudah bertahun-tahun menjadi penikmat setia apem bohay ketika bulan Ramadhan.
“Saya sudah biasa ke sini (rumah produksi Nuriah). Setiap puasa pasti mampir, minimal beli 10 bungkus. Karena buat anak-anak, ada cucu juga. Di sini udah paling enak menurut saya,” kata dia.