TIMESLINES INEWS >> Lebak – Bangunan water toren atau menara air yang berada di Kampung Pasir Tariti, Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, merupakan Bangunan Cagar Budaya (BCB) peninggalan kolonial Belanda yang memiliki nilai sejarah. Menara air yang berdiri di atas lahan seluas 200 meter persegi itu, tepatnya di dekat makam Pahlawan tersebut, merupakan salah satu saksi sejarah Rangkasbitung.
Bangunan yang menjulang setinggi 9 meter tersebut, berfungsi sebagai penampungan air bersih untuk kebutuhan pemenuhan air bersih bagi masyarakat Rangkasbitung, pada tahun 1931 hingga sekitar tahun 1980 silam. Namun, menurut sejarah sejak tahun 1970-an bangunan tersebut sudah tidak berfungsi lagi sebagai penampungan dan pasokan air bersih.
Menara air itu dibangun pada tahun 1931 pada masa pemerintahan Hindia Belanda, dan itu merupakan bangunan paling penting di Rangkasbitung. Terutama bagi pemerintahan dan pendatang Belanda mengandalkan bangunan ini untuk mencukupi kebutuhan air bersih.
Bangunan menara ini memiliki keunikan dari segi karakter dan bentuk bangunannya yang tidak dapat disamai oleh bangunan masa kini. Sebab bangunan yang berbentuk silindris dan bagian atasnya berbentuk oktagon persegi delapan.
Menurut Kepala Museum Multatuli, Ubaidilah Muchtar, pada masanya, menara itu berfungsi untuk menampung dan menyuplai air bersih kepada warga Rangkasbitung yang merupakan warga negara eropa.
Water toren ini dulu dibangun bersamaan dengan dibangunnya Kota Rangkasbitung, pada 1931, untuk memenuhi kebutuhan air warga Eropa yang ada di Rangkasbitung. Kalau saya tidak salah ada 19 KK warga Eropa di Rangkasbitung pada masa itu yang menggunakan air bersih dari water toren ini,” ujarnya, Sabtu (21/4/2024).
Pemerintahan Hindia Belanda pada zaman dulu sengaja membangun water toren sebagai sarana penampungan air, untuk sistem pendistribusian kebutuhan air bersih bagi masyarakat zaman dulu. Sumber air yang ditampung pada water toren tersebut diambil dari wilayah Kabupaten Pandeglang, tepatnya dari sumber mata air Gunung Karang, Pandeglang.
Pada masa Pemerintahan Hindia Belanda, water toren dikelola oleh perusahaan air minum, yang pada saat ini namanya Waterleideng Nedrijf. Melalui pengelolaan itu kebutuhan air bersih bagi masyarakat terakomodir dengan optimal. Namun, sempat diambil alih oleh Jepang dan pengelolanya berubah nama menjadi Suido Syo.
Setelah beberapa tahun Jepang mengelola sarana water toren itu, pengelolaannya diambil alih oleh bangsa Indonesia setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945. Setelah diambil dari Jepang, pengelolaan air water toren tersebut berubah lagi namanya dari Suido Syo menjadi Air Minum Rangkasbitung, bukan lagi di water toren.
Di Kabupaten Lebak terdapat dua bangunan menara air yang dibangun oleh Pemerintah Kolonial Belanda. Satu lagi berada di Kecamatan Gunung Kencana. Ubai mengatakan, kedua menara air itu saling terhubung dengan menara air lainnya yang ada di Kabupaten Pandeglang.
Ia menjelaskan, menara air yang ada di Rangkasbitung berfungsi sebagai bak penyalur air bersih yang nantinya akan diairi ke setiap rumah warga dan kantor Pemerintahan guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Sedangkan, menara air di Warunggunung berfungsi sebagai pengontrol jika terjadi air macet atau masalah bisa dikontrol di water toren tersebut.
Namun karena yang di Warung Gunung belum direvitalisasi, maka kata Ubaidilah, hingga kini menara air itu belum dimanfaatkan sebagai objek Wisata. Lantaran bangunannya yang memiliki nilai sejarah tinggi, maka pada tahun 2022, Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lebak mengalihfungsikan menara air itu menjadi salah satu objek wisata di kota Rangkasbitung.
Sayangnya dari menara air yang ada yakni di Kota rangkasbitung dan di Kecamatan Warung Gunung, baru yang di Kota Rangkasbitung saja yang dapat direvitalisasi fungsinya. Sementara yang di Warung Gunung, hingga kini belum dialihfungsikan.
“Padahal letaknya berada persis dipinggir jalan raya, tapi belum direvitalisasi, semoga kesepn dapat diubah fungsi sehingga dapat dimanfaatkan msyarakat,” ujarnya.
Sejak ditetapkan menjadi cagar budaya dan objek wisata, menurut Sekertaris Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Lebak, Luli Agustina, menara air Rangkasbitung banyak dikunjungi wisatawan, dan juga menjadi objek wisata edukasi bagi pelajar di Kota Rangkasbitung.
“Tingkat kunjungan dan animo masyarakat itu tinggi, karena ini kan termasuk cagar budaya, dan kebanyakan yang kesini itu adalah anak–anak sekolah, mulai dari TK, SD, SMP dan SMA,” kata dia.
Kini menara air Rangkasbitung menjadi salah salu objek wsiata yang masuk dalam city tour bersama Museum Multatuli. Keberadaan water toren ini telah menjadi bukti tentang kemajuan teknologi yang digunakan oleh Pemerintah Kolonial Belanda pada zamannya. Diharapkan, keberadaan menara air ini dapat menjadi destinasi unggulan yang menarik banyak minat wisatawan untuk berkunjung ke Kabupaten Lebak.