TLii | Jakarta, Pengiriman lewat kurir menjadi kelaziman di masa sekarang. Biasanya objek pengiriman adalah barang dan terkadang bisa juga hewan atau tumbuhan.
Namun, tahukah Anda kalau kalau kurir dan perusahaan pengantaran bisa melayani pengiriman bayi dan anak-anak? Kejadian ini memang bukan terjadi di masa sekarang, melainkan 100 tahun lalu saat pengantaran barang lewat orang ketiga baru pertama kali muncul.
Sejak 1 Januari 1913 di Amerika Serikat (AS) kantor pos mulai menyediakan pelayanan pengiriman apapun, tak cuma surat. Pelayanan ini membuat masyarakat di pedesaan bisa mendapat barang yang diinginkan dari perkotaan secara mudah.
Alhasil, saat pertama kali memulai debut, pelayanan pengiriman sangat digandrungi masyarakat. Awalnya mereka melakukan pengiriman berbagai macam barang. Namun, perlahan objek pengiriman berubah, yakni bayi atau anak-anak.
Mengutip Smithsonian, hal ini bisa terjadi karena biaya jasa pengantaran lewat pos lebih murah dibanding membeli satu karcis kereta. Akibatnya, para orang tua pun bisa mengirim anak-anaknya lewat kurir.
Orang tua yang pertama kali melakukan ini adalah pasangan suami istri, Jesse Beuage. Mengutip Washington Post, Jesse memaketkan anaknya yang baru berusia 8 bulan dari kediamannya di Ohio ke rumah neneknya di New York sejauh 852 km. Biasa yang dikeluarkan hanya 15 sen disertai asuransi US$ 50 untuk mengantar bayi seberat 5 Kg.
Diketahui, selama proses pengiriman, bayi tersebut dikalungi gelang di leher sebagai penanda alamat. Setelahnya lalu dikemas dan dikirim menggunakan mobil ke alamat tujuan. Tak disangka, paket bayi tersebut sukses diterima dengan baik di rumah neneknya.
Keberhasilan pengiriman manusia membuat banyak orang tua lain punya ide serupa. Dari sinilah, pengiriman bayi atau anak-anak menjadi kelaziman. Terlebih saat itu tidak ada aturan yang melarangnya.
Rekor paling jauh pengiriman anak dilakukan oleh Edna. Dia mengirim anak yang berusia 6 tahun dari Florida ke Virgina, sejauh 1.287 Km atau setara Jakarta-Lombok. Dan, pengiriman tersebut hanya dikenakan biaya 15 sen, jauh lebih murah dari tiket kereta api.
Akan tetapi, seiring berjalannya waktu, kejadian pengiriman bayi atau anak-anak mulai dihentikan pada 1915. Tentu saja, alasannya karena persoalan moral, etika, dan resiko kecelakaan.
M. Fakhriansyah, CNBC Indonesia