Foto ilustrasi.
TIMELINES INEWS | ACEH TAMIANG
Karang Baru – Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tamiang diduga melarang wartawan membawa alat bantu rekam saat hendak diwawancara dengan dalih Standar Operasi Prosedur (SOP).
Hal itu diungkapkan oleh Ryan salah satu wartawan media online, dimana dirinya tak diizinkan membawa alat rekam dan handphone untuk bertemu Kasi Intel Kejari Aceh Tamiang Fahmi Jalil pada Rabu (20/12/2023).
“Saya hendak mengkonfirmasi Kasi Intel Kejari di ruang kerjanya terkait berita dugaan pungutan liar (Pungli) sewa buldoser di Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) Kabupaten Aceh Tamiang,” kata Ryan.
Namun, lanjutnya, security Kejari tidak mengijinkan ia membawa alat rekam dan handphone untuk bertemu Kasi Intel dan menyuruh meninggalkannya di meja lapor dengan dalih SOP Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
“Setelah itu, saya mencoba kembali melakukan konfirmasi via WhatApps, namun Kasi Intel Fahmi Jalil tidak menjawab,” ungkapnya.
Sementara itu, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh, Nasir Nurdin menyayangkan kejadian yang dialami wartawan tersebut dalam melakukan wawancara liputan.
Menurutnya, ketika petugas meminta wartawan menitipkan peralatan kerja wartawan di tempat yang telah ditentukan bisa dikatakan menghalangi kerja wartawan.
“Bila dianalogikan, apabila tentara mau berperang tidak menggunakan senjata, bagaimana bisa berperang. Kan itu aneh?”
Begitu pula dengan wartawan kalau alat kerjanya seperti kamera, laptop, tape recorder, handycam, ballpoint dan alat lainnya apabila tidak diperkenankan bagaimana bisa melakukan wawancara untuk menghasilkan karya jurnalistik,” jelas Nasir Nurdin.
Nasir menambahkan, kepada narasumber jangan berprasangka macam-macam kepada tugas jurnalistik, karena tugas jurnalistik diatur sesuai ketentuan dan Undang-undang.
Dengan tidak didukung alat kerja, malah menimbulkan pernyataan yang salah kutip, salah tafsir dalam memperoleh hak jawab dan konfirmasi, hal ini akan berakibat fatal pada hasil karya jurnalistik.
“Jadi kalau benar narasumber menghalangi rekaman, itu bisa dikatakan menghalang-halangi kerja jurnalistik dan berpotensi pidana,” pungkas Nasir Nurdin.
Terpisah, Kasie Intel Kejari Aceh Tamiang Fahmi Jalil, ketika dikonfirmasi wartawan melalui pesan WhatsApp terkait pelarangan itu belum memberikan balasan apapun.