Film Max Havelaar Bakal Diputar di Museum Multatuli Lebak

REDAKSI

- Redaksi

Kamis, 18 April 2024 - 09:35 WIB

20209 views
facebook twitter whatsapp telegram line copy

URL berhasil dicopy

facebook icon twitter icon whatsapp icon telegram icon line icon copy

URL berhasil dicopy

Poster pemutaran film Max Havelaar.

Poster pemutaran film Max Havelaar.

TIMESLINES INEWS >> Lebak – Museum Multatuli Lebak bekerjasama dengan Historia.ID dan Arjan Onderdenwijngaard bakal menggelar pemutaran film Max Havelaar – Saidjah dan Adinda karya Fons Rademakers. Film buatan tahun 1976 ini bakal diputar gratis di Pendopo Museum Multatuli pada Rabu (24/4/2024) malam.

Ubaidilah Muchtar, Kepala Museum Multatuli Lebak mengatakan bahwa selain pemutaran film, pihaknya juga akan menggelar diskusi menyimak ulang film ini dengan menghadirkan pembicara.

Fons Rademaker Jr. (Cucu Sutradara Film Max Havelaar), Rizal Sofyan (Seniman), dan Max Cremer (Seniman).

Selain untuk memperlihatkan film Max Havelaar untuk masyarakat Lebak, katanya, tujuan dari pemutaran film ini adalah untuk menjelaskan latar belakang film dari sudut pandang dan teori dekolonisasi;, mencari pendapat dari sudut pandang milenial.

“Pemutaran film ini juga untuk menyimak kembali karya film Max Havelaar yang banyak didiskusikan dan ditelaah sejak pertama kehadirannya sekaligus merekonstruksi pemikiran-pemikiran yang berserakan di saat produksi dan tayang perdana film tersebut di tahun 1976,” ujarnya, Kamis (18/4/2024).

Film Max Havelaar (judul lengkap: Max Havelaar of de koffieveilingen der Nederlandsche handelsmaatschappij) diangkat dari buku dengan judul yang sama, karangan Multatuli.

Baca Juga :  Sepeda Motor Penjual Es krim Milik Pribadi Zulfikar " Digilakkan" Pelaku dengan Modus Memborong Es untuk Acara

Film yang pertama rilis di Belanda ini melibatkan beberapa aktris Belanda dan Indonesia seperti Peter Faber, Elang Ademan Soesilaningrat, Sacha Bulthuis, Carl van der Plas, Frans Vorstman Dolf de Vries,Sofia W.D., Pietrajaya Burnama, Maruli Sitompul, Rima Melati, Nenny Zulaeni, dan Herry Iantho.

Film ini dibuat oleh Fons Rademakers dalam co-production tahun 1975 di Indonesia, dan masuk bioskop tahun 1976. Proses produksi menemukan banyak masalah dan tantangan. Terutama soal skenario yang terlalu Belanda sentris dan tak mewakili rakyat Indonesia dengan baik, menurut pihak Indonesia. Suara Indonesia kurang terdengar dan itu mengakibatkan asisten produksi dan sutradara Indonesia mundur.

Film akhirnya juga disensor dan tak boleh tayang di Indonesia selama 12 tahun. Di tahun 1987 (100 tahun wafat Multatuli) film baru lolos sensor dan tayang terbatas, tetapi tidak di Lebak. Film ini menjadi film yang paling banyak dibahas di sejarah film Indonesia. Di tahun 1987 sampai 1988 banyak media Indonesia; harian dan majalah menerbitkan artikel pro dan kontra film. Juga di komunitas film dan oleh mahasiswa di kampus, film ini dibahas dan didiskusikan.

Baca Juga :  Sobat Aksi Ramadhan Kolaborasi BSI Aceh dengan Kementerian BUMN tahun 2025

Menurut Ubaidillah, di zaman ini dengan banyak diskusi tentang dekolonisasi, kolonialisme di Belanda, rakyat menjadi lebih sadar apa yang telah terjadi di Hindia Belanda dan saat revolusi. Belanda juga lebih terbuka untuk mendengar dan merepresentasikan suara Indonesia dalam diskusi itu. Dan terbuka untuk kritik. “Hasil adalah bahwa lebih sering terjadi kerja sama antara Indonesia dan Belanda di bidang seni, permuseuman, penelitian, dan lain-lain,” ungkapnya

Film ini berkisah tentang Max Havelaar (Peter Faber) yang dilukiskan sebagai tokoh idealis yang sangat mencintai istri dan anaknya. Di tempat ia diangkat sebagai asisten residen Lebak ia ternyata tidak hanya berhadapan dengan Belanda tetapi juga dengan penguasa lokal, Bupati Lebak (Elang Ademan Soesilaningrat) yang menggunakan kekuasaan dan memeras rakyat. Di sana juga dia bertemu dengan dua orang anak pribumi Saidjah (Herry Lantho) dan Adinda (Neni Zulaeni). Ia kemudian dipecat dan kembali ke Belanda.

Facebook Comments Box

Berita Terkait

Transparansi Hukum: Kanwil Kemenkum Sumut Tindak Lanjuti Laporan Terhadap 12 Notaris
RDP dengan DPRD Sumatera Utara, Kakanwil: Butuh Dukungan Semua Pihak
Kembali Panen Sayuran Hidroponik, Wujud Nyata Lapas Perempuan Medan mendukung program Ketahanan Pangan Nasional.
Pangdam IM : Lomba Batalyon Tangkas Sebagai Ajang Unjuk Kemampuan
Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Kapolres Pidie Jaya Tinjau dan Panen Jagung di Lahan Binaan Polsek Panteraja
Kondisi Prima, Pelayanan Maksimal: Polres Pidie Jaya Gelar Pemeriksaan Kesehatan Berkala
Sat Binmas Polres Aceh Besar Himbau Warga Kembali Aktifkan Satkamling
Pengamat Sosial: Tawuran di Belawan Bukan Sekadar Kriminalitas, tapi Gejala Krisis Struktural

Berita Terkait

Selasa, 6 Mei 2025 - 21:22 WIB

Transparansi Hukum: Kanwil Kemenkum Sumut Tindak Lanjuti Laporan Terhadap 12 Notaris

Selasa, 6 Mei 2025 - 20:28 WIB

RDP dengan DPRD Sumatera Utara, Kakanwil: Butuh Dukungan Semua Pihak

Selasa, 6 Mei 2025 - 20:12 WIB

Kembali Panen Sayuran Hidroponik, Wujud Nyata Lapas Perempuan Medan mendukung program Ketahanan Pangan Nasional.

Selasa, 6 Mei 2025 - 18:07 WIB

Pangdam IM : Lomba Batalyon Tangkas Sebagai Ajang Unjuk Kemampuan

Selasa, 6 Mei 2025 - 15:51 WIB

Dukung Ketahanan Pangan Nasional, Kapolres Pidie Jaya Tinjau dan Panen Jagung di Lahan Binaan Polsek Panteraja

Selasa, 6 Mei 2025 - 15:18 WIB

Sat Binmas Polres Aceh Besar Himbau Warga Kembali Aktifkan Satkamling

Selasa, 6 Mei 2025 - 15:12 WIB

Pengamat Sosial: Tawuran di Belawan Bukan Sekadar Kriminalitas, tapi Gejala Krisis Struktural

Selasa, 6 Mei 2025 - 14:53 WIB

Musnahkan 23 Kg Narkotika, Pemko Langsa Apresiasi Kinerja Polres Langsa

Berita Terbaru