Ikrar setelah tsunami Aceh 26 Desember 2004 (Kisah nyata )
_____________________________________________
Seorang sarjana lulusan Fakultas Hukum Unsyiah enam bulan sebelum tsunami diwisuda sedang galau mencari pekerjaan di Kota Banda Aceh.
Ia tidak tinggal dirumah kost nya lagi yang terletak di Merduati. Malam 26 Desember 2004 bersama saudara saudaranya sekampung dari Pidie ia tidur di toko usaha jahit Mode Tailor Kp. Baru milik alm bang M.Nur yang tinggal bersama istrinya di daerah Ulee Lheue.
Suasana malam itu terasa sangat hening dan dingin sehingga ia tidur sedikit larut setelah asik menjadi juru tulis permainan batu domino antara Pak Lan Mukat Pisang vs Adek Manok.
Tepat pada pukul 8 pagi ia teranjak dibangunkan oleh guncangan gempa yang sangat hebat 9 SR. Saudara saudaranya langsung berlarian keluar turun melalui tangga toko. Karena tangga toko itu sempit ia tidak sabar dan meloncat dari lantai dua toko dengan ketinggian sekitar 4 m.
Dibawah ia bertemu dengan seorang kawan bernama Bakhtiar yang berprofesi sebagai tukang pembuat kaleng alumanium. Kebetulan kawannya itu adalah seorang sarjana teknik.
Ia dan kawannya itu langsung berkesimpulan untuk segera ke daerah Neusu yang kebetulan disana adalah rumah kos tunangannya yang terpaksa harus tinggal di Banda Aceh dan mengganti namanya karena menjadi incaran aparat keamanan akibat bergabung dengan sayap militer GAM pasukan Inong Balee.
Sarjana muda itu bersama temannya dengan berkendara scooter piaggio warna kream langsung bergegas ke Neusu. Disana ia melihat tunangannya diatas toko kos-kosannya sedang mempersiapkan pakaian untuk segera keluar dari Kota Banda Aceh. Karena telah memastikan tunangannya dalam keadaan baik-baik saja maka kemudian mereka duduk di trotoar jalan sambil melihat orang-orang sedang panik takut akan guncangan gempa.
Ia teringat kepada pelajaran geografi waktu masa SMP dulu dan dunia dalam berita di TVRI th 1993 yang memberitakan tentang bencana tsunami di Banyuwangi. Ia katakan kepada temannya, bang..biasanya kalo gempa besar seperti ini kemungkinan tsunami bakalan terjadi bang..Nauzubillah..temannya menjawab, semoga tidak terjadi.
Belum habis mereka bercerita tiba tiba ribuan orang berlarian sambil berteriak air laut naik…air laut naik.
Kemudian dengan ketakutan yang teramat sangat ia langsung berlarian ke arah Lambaro dengan meloncat ke sebuah mobil labi-labi yang kebetulan ada satu penumpang yang ia kenali bernama Mustafa. Sedangkan kawannya lari dengan sendirinya mencari keluarga didaerah Lampaseh. Ia terus menumpangi labi labi dan dalam benaknya ia terfikirkan wajah tunangan yang baru saja dilihat tadi namun tidak sempat dijumpainya.
Sesampainya ke Lambaro ia menumpangi sebuah sedan biru dongker yang diberhentikannya, kebetulan mobil itu dibawa oleh orang yang ia kenali jua bernama Ismail bos Tiara Sport. Sambil melaju kearah Keumireu ia terus membayangi wajah tunangannya yang tidak sempat ia jumpai di Neusu dalam suasana kepanikan.
Pukul 2 siang ia kembali lagi kearah kota Banda Aceh, sesampainya persimpangan Lambaro betapa terkejutnya ia ketika ratusan mayat berjejeran dibaringkan dipinggir jalan.
Segeralah ia turun mencari mayat mayat yang kemungkinan mirip dg tunangannya. Berpuluh puluh mayat telah ia periksa namun tidak satupun yang ia kenali. Betapa sedihnya ia kala itu…Oh..dimanakah dia? Masih selamatkah dia? Saat itu rasa lapar karena sejak pagi tidak sarapan akhirnya dituntaskan, ada sebuah warung yg masih menjual mie instan disantapnya.
Dengan pakaiaan lusuh dan sandal karet cap buaya ia terus berjalan bersama bang Is menuju kota Banda Aceh. Betapa terkejutnya ia saat itu, dilihatnya orang orang yang berlalu tanpa arah yang jelas, mayat mayat bergelimpangan di jalananan. Disebuah toko yang terbuka dia melihat puluhan mayat anak anak tergeletak tanpa ada yang mengambilnya.
Dia melihat bang Mus Tailor sedang mengangkat mayat puteranya Galang di sekitar jalan menuju pendapa gubernur. Dia terus berjalan ke Kp Baru tempat dia semalam bermalam.
Dia menemani bang Is utk mengambil BKB Mobil dan Surat berharga lain di Toko Tiara Sport. Kemudian dia minta satu baju kaos olah raga bola klub MU untuk dipakainya. Ia berjalan menuju toko Mode Tailor tempat ia tidur semalam dan mengambil dompet yang didalamnya ada KTP dan uang Rp.5 ribu. Ia berjalan ke masjid raya Baiturrahman.
Betapa terharunya ia ketika melihat bang Is bertemu kembali dengan istrinya kak Diana dan adiknya Bang Mun. Mereka saling berpelukan sambil mengis terharu ketika mendengar kata-kata kak Diana, kemana saja bang Is, kenapa meninggalkan saya? Ia teringat kepada ibunya dikampung semoga disana tidak ada bencana dan ia bisa memeluk ibunya .
Kemudian fikirannya kembali kepada tunangannya yang terakhir dilihat tadi pagi dan tidak sempat ia jumpai. Suara zikir terus menggema dalam masjid raya. Orang-orang hanya mampu berzikir dan pasrah atas bencana yang maha dasyat itu.
Kemudian disana ia menjumpai saudara saudaranya yang satu tempat tinggal di Mode Tailor. Ia menjumpai Kak Rahmadi, Ikhsan PM, Bang Syarbaini dan lain lain. Hari sudah mulai gelap kira-kira sdh menjelang magrib. Ia mengajak Ikhsan untuk segera keluar dari kota itu. Ia mengajak Iksan untuk berpindah dari masjid raya dengan alasan suara gemuruh terus menggema akibat gempa susulan yg kerap terjadi.
Saat itu bang Mus Sanggeue sambil tertawa bertanya kepadanya, sebaiknya jika sudah pulang ke kampung dan suasana sudah normal segeralah menikah. Ia menjawab iya, saya akan segera menikah. Jawabannya itu seolah bagai ikrar sejati.
Mereka berjalan pindah ke Bale Tgk Chk Di Tiro atau gedung sosial. Gempa susulan terus menggoyangkan Aceh. Kepanikan dan suara gemuruh dan istighfar terus menggelora. Ia dan Ikhsan kemudian beranjak ke daerah Lueng Bata tepatnya di Masjid Lueng Bata.
Ia segera mengobati luka di kakinya akibat meloncat dari toko tempat tidurnya semalam. Obat itu diberikan oleh seorang relawan darurat di posko masjid tersebut.
Malam itu mereka beristirahat disana sambil mengingat ke kampung halamannya apakah disana juga terjadi bencana atau tidak. Sesekali ia berfikir bagaimana keadadan tunangannya, dimanakah keberadaannya? apakah ia juga sempat berlari keluar kota atau tidak.
Besok pagi tanggal 27 Desember ia dan temannya Ikhsan pergi mencari warung, mereka pesan teh hangat dan satu potong roti. Untunglah si Ikhsan masih mempunyai sedikit uang untuk membayarnya. Kemudian mereka keluar dari warung itu dan berjalan ke arah kampus Serambi Mekah.
Disana ia melihat sebuah truk yang didalamnya terdapat seorang saudara sepupunya bernama Tati yang baru pulang dari kawasan aman dan kembali ketempat tinggalnya di sekitar kampus. Hatinya terharu melihat salah seorang saudaranya masih selamat dari bencana itu.
Tiba-tiba ia melihat salah seorang kawannya sedang mengendara becak bermotor, dimintanya pada orang itu untuk diantar ke kawasan Neusu dengan harapan bisa bertemu dengan tunangannya. Setibanya di Neusu ia memasuki toko kos-kosan tempat tinggal tunangannya namun ia tidak menjumpainya. yang ada hanyalah tetangga toko tersebut dan memberikan mereka minuman.
Ia segera meminumnya dengan perasaan sedih karena disana ia belum bisa bertemu tunangannya. Tiba-tiba orang-orang berlarian sabil berteriak kembali air laut naik. Merekapun ikut juga berlari dan meloncat kesebuah mobil bak terbuka.
Ternyata teriakan itu hanyalah isu saja yang membuat kepanikan sebagian besar orang. Mereka menumpangi mobil dan melaju kearah Peukan Biluy sampai ke Sibreh.
Diperjalanan ia menjumpai saudara sepupunya dan saudara sekampungya yang lain sedang duduk dipinggir jalan yaitu Anita dan Eliyana mahasiswi Akbid Mona. Mereka menyapanya dengan singkat sambil menumpangi mobil yang terus berjalan.
Di Sibreh mereka menumpangi mobil box sampai ke Indrapuri, dari Indrapuri mereka turun dan menumpangi labi-labi sampai ke Sigli. Sopir labi-labi meminta ongkos namun mereka tidak mempunyai ongkos sehingga mereka harus naik ke atap mobil labi-labi itu.
Di Sigli mereka datang kerumah Bang Tarmizi. Dia memberikan makanan dan uang sebanyak 20 ribu untuk pulang ke kampung. Si Ikhsan tidak jadi pulang dan balik ke Banda Aceh. Sedangkan Ia kemudian pulang ke kampung di Lancok Manyang Lueng Putu.
Sesampainya di rumah ibunya langsung memeluknya sambil menangis terharu dan berkata Alhamdulillah anakku selamat. Ia pun menangis terharu dan terus memeluk ibunya yang pertama kali sejak ia beranjak dewasa.
Ia terus berfikir dimanakah tunangannya, segeralah ia kerumah ibu tunangannya. Ibu tunangannya memberitakan bahwa anaknya kemarin sudah pulang, tetapi sekarang sudah kembali ke Banda Aceh dengan alasan ingin mencarimu….! Ia sedih sekaligus gembira mendengar kabar dari ibu tunangannya.
Rupanya tunangannya masih selamat tetapi Kenapa harus kesana lagi mencari ku, dalam hatinya ia berfikir..! Pencarian kerumah ibu tunangannya terus dilakukan sampai seminggu lamanya. Ia terus bertanya apakah tunangannya sudah kembali?
Suatu sore adik tunangannya pergi ke rumahnya dan meminta ia segera kerumah neneknya. Ia katakan bahwa kakak sudah menunggunya.
Oh…betapa senang dan gembira hatinya kala itu mendengar tunangannya sudah kembali dan menunggunya di rumah nenek.
Alhasil segera ia bergegas untuk menjumpai sang pujaan hatinya yang terakhir kali dilihat 5 menit sebelum tsunami lalu. Rasa gembira terjawab sudah ketika ia tiba dirumah tersebut dan menjumpai pujaan hatinya. Perasaan haru dan gembira terus menyelimuti mereka.
Mereka saling bertanya kemana pada hari itu pergi. Kenapa engkau tidak terus menjumpaiku tanya pujaan hatiku. Beruntung saat itu pujaan hatinya itu ikutan bersama mobil keluarganya untuk segera keluar dari kota Banda Aceh.
Dan saat itu pujaan hatinya melihat ia sedang berlarian mengejar mobil labi-labi. Pujaan hatinya berteriak memanggilnya agar naik kemobil. Namun dalam suasa kepanikan dan kerumunan ribuan orang yang sedang berlarian pangggilan itu tidak terdengar.
Mereka terus bercerita tentang pagi kelabu itu. Sampai akhirnya mereka menyusun rencana untuk pergi ke Banda Aceh bersama teman-teman yang lain menjadi bagian dari relawan kemanusiaan.
Mereka kembali ke Banda Aceh dan bergabung dengan relawan di Posko Stasiun TVRI Mata Ie membantu ribuan para pengungsi disana. Kemudian bergabung dan membentuk sebuah NGO Lokal bernama Care Aceh sampai akhirnya mereka bekerja di INGO Save The Chldren dengan mendapat penghasilan yang lumayan utk penghidupan mereka.
Tepat pada tanggal 12 September 2005 mereka mengikat janji suci dalam sebuah ikatan pernikahan di sebuah Masjid sampai 10 tahun kemudian mereka dikaruniai dua putri dan dua putra dan di tahun 2021 putri yang ke lima dianugerahkan kembali bagi mereka.
Dan kini mereka telah menjadi warga sebuah desa yang jauh dari kebisingan. Dan terus menjalani hidup seperti kehidupan normalnya orang biasa.
Terimakasih istriku…! Kau masih disampingku sampai saat ini walau memang aku banyak mengecewakanmu. Semoga Allah SWT, senantiasa melindungimu. Amin YRA…! (JN)