Kondisi kediaman keluarga Muhammad Ali Akbar di Gampong Paya Bujok Teungoh Kecamatan Langsa Barat, Kamis (17/8/2023). (Foto.TIMELINES INEWS/Yon)
TIMELINES INEWS | LANGSA
Langsa | Sudah 78 tahun Indonesia merdeka, dengan terlepas dari belenggu penjajah, mebuat maju hampir di segala bidang, baik itu hukum, pembangunan, teknologi lainnya. Namun sepertinya tidak dengan ekonomi, karena sampai saat ini dalam kandungan Ibu Pertiwi masih ada masyarakat yang terjerat dalam jurang kemiskinan.
Bukan tanpa alasan, hal itu kini masih dirasakan salah seorang masyarakat di wilayah Kota Langsa Provinsi Aceh, bahkan kata “Layak” tak terlihat pada kehidupan keluarganya di negeri yang penuh dengan Sumber Daya Alam (SDA) ini.
Muhammad Ali Akbar atau yang lebih dikenal dengan panggilan Cek Mat, merupakan kepala keluarga berusia 68 tahun, serta memiliki seorang istri dan 5 orang anak, yang 3 antaranya masih berusia belia.
Bersama keluarga, pria paruh baya tersebut saat ini tinggal disebuah rumah gubuk yang dibangunnya di atas lahan kosong milik warga lainnya, terletak di Dusun Baroh Gampong Paya Bujok Teungoh Kecamatan Langsa Kota.
Namun, dalam catatan sipil Kota Langsa, Cek Mat dan keluarga kini masih tertulis sebagai warga Gampong Sungai Pauh Pusaka Kecamatan Langsa Barat. Ia dan kehidupannya terpaksa harus pindah ke desa lain, lantaran tidak sanggup membayar biaya kontrakan rumah yang telah menunggak selama berbulan-bulan.
“Saya pindah ke sini baru sekitar satu bulan, karena di Gampong Sungai Pauh sebelumnya saya sewa rumah, tapi karena tidak sanggup lagi membayar maka saya pindah ke Gampong Paya Bujok Teungoh, itupun karena Kepala Dusun (Kadus) Baroh, memberikan izin untuk membangun sementara gubuk ini, sebelum pemiliknya menjual tanah ini,” kata Cek Mat saat ditemui Timelinesinews.com, di dikediamannya, Kamis (17/8/2013).
Cek Mat mencurahkan, bahwa dirinya hanya bekerja serabutan dengan harapan bantuan dari para tetangga dan masyarakat disekitar. Terkadang mendapatkan rezeki dari lantunan Adzan yang dikumandangkan, ketika ada panggilan dari masyarakat untuk dirinya menjadi Muazin pengganti.
“Saya bekerja apa yang ada, seperti membersihkan halaman rumah atau pun lahan jika ada masyarakat menyuruh, kemudian kadang-kadang ada ditawarkan menjadi Muazin saat hari Jum’at, menggantikan Muazin tetap jika berhalangan hadir,” curahnya.
Terkait perhatian dari para pemerintah Negeri terhadap kehidupannya, Cek Mat mengungkapkan, bahwa selama ini pihak desa selalu membantu dirinya, baik secara pribadi ataupun lainnya. Tetapi nasib kemiskinan dialaminya belum juga dapat teratasi, oleh suatu hal tak diketahui penyebabnya.
“Hampir semua pendapatan saya itu atas bantuan dari masyarakat ataupun dari pak Geuchik dan pak Kadus, dimana mereka terkadang mengantarkan beras atau apapun yang bisa saya gunakan,” ujarnya.
“Seperti untuk sekolah, anak saya baru masuk SD tahun ini, namun dia harus telat masuk karena tidak ada baju seragam dan Alhamdulillah berkat sumbangan dari tetangga, dia bisa sekolah sejak hari Senin kemarin, walaupun sementara dia harus pergi menggunakan sandal sebab tidak punya sepatu,” sambungnya.
Cek Mat juga berharap di HUT Kemerdekaan RI ke-78 ini, Negara Indonesia dapat terlepas dari permasalahan kemiskinan yang menjerat masyarakat, walaupun dirinya tidak menyalahkan siapapun atas kemiskinan yang menimpa dirinya dan keluarga.
“Saya tidak menyalahkan siapapun, karena selama ini baik tetangga dan masyarakat ada memberikan bantuan, namun harapan kami keluarga miskin untuk Indonesia, kedepannya dapat lebih maju dalam kesejahteraan rakyat,” pungkasnya.
Secara terpisah, Geuchik Gampong Sungai Pauh Pusaka, Mulyadi kepada Timelinesinews.com, mengatakan bahwa selama ini yang bersangkutan yaitu Cek Mat, memang dalam keadaan kemiskinan yang sangat memprihatikan.
“Selama masih tinggal di Sungai Pauh Pusaka, Cek Mat memang bisa kita bilang dalam keadaan kemiskinan yang ekstrim. Makanya saya pribadi dan perangkat desa selama ini selalu memberikan perhatian khusus kepada beliau, baik itu dari anggaran dana desa maupun secara pribadi,” ungkapnya.
Namun, menurut Mulyadi, dirinya menyayangkan bahwa Cek Mat harus pindah dari wilayah Gampong Sungai Pauh ke desa yang lain, dimana hal itu membuat jarak dan batas terhadap bantuan-bantuan yang biasa diberikan kepada dirinya oleh pihak desa setempat.
“Memang beliau waktu pindah kemarin ada minta izin sama saya, yang sebenarnya saya berat hati untuk beliau pindah, sebab kalau sudah diluar desa yang lain, kami pun untuk bisa membantu seperti dulu lagi tidak bisa, terlebih saat ini saya tidak tahu tepatnya beliau tinggal dimana,” jelas Mulyadi.
Penulis : yon
Editor : yon