TLii | Jakarta – Indonesia pernah dijajah oleh beberapa negara, salah satunya adalah Belanda yang menjajah selama sekitar 350 tahun. Namun, meskipun penjajahan berlangsung begitu lama, penduduk Indonesia saat ini jarang yang bisa berbahasa Belanda. Hal ini menimbulkan pertanyaan: mengapa bahasa Belanda tidak menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari di Indonesia seperti halnya bahasa bekas penjajah di negara-negara lain?
Penelusuran sejarah menunjukkan bahwa ada sejumlah faktor penting yang membuat bahasa Belanda tidak tersebar luas di kalangan masyarakat Indonesia, meskipun penjajahan berlangsung cukup lama.
- Pendidikan Hanya untuk Elite
Selama masa kolonial, bahasa Belanda memang digunakan dalam pendidikan, namun aksesnya sangat terbatas. Sekolah-sekolah seperti Hollandsch-Inlandsche School (HIS), yang mengajarkan bahasa Belanda, hanya diperuntukkan bagi anak-anak dari golongan elite pribumi atau orang Belanda. Sebagian besar penduduk pribumi tidak memiliki kesempatan belajar di sekolah-sekolah ini.
Banyak masyarakat pribumi tetap berada di luar sistem pendidikan formal, dan bahasa Belanda pun hanya diajarkan kepada segelintir orang yang memiliki status sosial tinggi. Akibatnya, bahasa Belanda tidak menyebar luas di kalangan penduduk umum.
- Dominasi Bahasa Melayu
Pada masa penjajahan, bahasa Melayu sudah berfungsi sebagai lingua franca atau bahasa penghubung di kepulauan Nusantara. Bahasa ini dipakai dalam perdagangan, komunikasi antar suku, dan dalam administrasi sehari-hari. Bahkan, pemerintah kolonial Belanda juga sering menggunakan bahasa Melayu dalam berinteraksi dengan penduduk pribumi yang tidak memahami bahasa Belanda.
Bahasa Melayu lebih diterima oleh masyarakat lokal karena memiliki akar budaya yang kuat. Bahkan setelah Belanda menjajah, bahasa ini tetap dipertahankan oleh masyarakat pribumi, yang menganggapnya sebagai identitas penting.
- Kebijakan Sosial Belanda
Pemerintah kolonial Belanda menerapkan stratifikasi sosial yang ketat, di mana bahasa Belanda hanya digunakan oleh orang Belanda, Indo-Belanda, dan segelintir elite pribumi. Bagi penduduk pribumi secara umum, bahasa Belanda tidak diajarkan secara luas, sehingga bahasa tersebut tetap menjadi bahasa eksklusif dan tidak mengakar dalam kehidupan masyarakat sehari-hari.
- Penolakan Pribumi terhadap Bahasa Belanda
Di sisi lain, masyarakat pribumi juga memiliki sikap penolakan terhadap bahasa Belanda. Meskipun beberapa kebijakan mewajibkan pembelajaran bahasa Belanda di sekolah-sekolah, banyak masyarakat lokal yang menolak untuk mengadopsi bahasa penjajah tersebut. Mereka lebih memilih bahasa Melayu, yang dianggap sebagai bahasa ibu yang mengakar kuat di Nusantara.
Pasca Kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, bahasa Belanda semakin kehilangan relevansinya. Pemerintah Indonesia memilih bahasa Melayu sebagai dasar untuk bahasa nasional, yang kemudian disebut sebagai bahasa Indonesia. Hal ini semakin menjauhkan bahasa Belanda dari kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, meskipun Belanda pernah mendominasi selama ratusan tahun.
Kini, meskipun ada sebagian kecil masyarakat yang masih mempelajari bahasa Belanda, terutama untuk keperluan akademis atau sejarah, bahasa ini tidak pernah benar-benar menjadi bagian dari identitas budaya Indonesia.
Sejarah panjang penjajahan Belanda di Indonesia tidak serta merta membuat bahasa Belanda menjadi bahasa yang umum di kalangan masyarakat. Faktor-faktor seperti keterbatasan akses pendidikan, dominasi bahasa Melayu, kebijakan sosial kolonial, serta keteguhan pribumi mempertahankan bahasa lokal, menjadi alasan utama mengapa bahasa Belanda tidak pernah mengakar di Indonesia.
Pengaruh Bahasa Belanda di Indonesia Hari Ini
Meskipun bahasa Belanda tidak pernah menjadi bahasa umum di Indonesia, jejaknya masih dapat ditemukan dalam beberapa aspek kehidupan, terutama dalam istilah-istilah hukum, teknik, dan tata kota. Banyak kosakata yang digunakan dalam administrasi pemerintahan dan hukum di Indonesia berasal dari bahasa Belanda. Contoh kata-kata seperti advokat, notaris, akte, dan pengadilan merupakan serapan dari bahasa Belanda.
Selain itu, beberapa bangunan bersejarah di Indonesia, terutama di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, dan Semarang, masih menyimpan nama-nama jalan, gedung, dan infrastruktur yang berakar dari bahasa Belanda. Misalnya, kawasan Menteng di Jakarta dan pusat kota Bandung yang dikenal dengan tata kota khas kolonial Belanda, masih menampilkan nama-nama jalan dengan pengaruh bahasa Belanda.
Minat Terhadap Bahasa Belanda Saat Ini
Di era modern, bahasa Belanda masih dipelajari oleh sebagian kalangan di Indonesia, terutama mereka yang tertarik dengan sejarah, hukum, atau hubungan akademis dengan Belanda. Banyak universitas di Indonesia menawarkan program studi yang mempelajari bahasa Belanda, khususnya di bidang hukum dan sejarah kolonial.
Selain itu, hubungan bilateral yang kuat antara Indonesia dan Belanda dalam bidang ekonomi, pendidikan, dan kebudayaan juga mendorong minat untuk belajar bahasa Belanda. Beasiswa dan program pertukaran pelajar ke Belanda kerap mengharuskan calon penerima untuk memiliki kemampuan dasar bahasa Belanda.
Peran Belanda dalam Sejarah Bahasa Indonesia
Uniknya, meskipun bahasa Belanda tidak menyebar luas, Belanda secara tidak langsung memainkan peran penting dalam pembentukan bahasa Indonesia. Bahasa Melayu, yang di kemudian hari diangkat sebagai bahasa nasional Indonesia, justru berkembang pesat pada masa kolonial sebagai bahasa pengantar di sekolah-sekolah dan institusi resmi di Hindia Belanda. Kebijakan Belanda yang lebih memilih menggunakan bahasa Melayu dalam interaksi dengan pribumi akhirnya memperkuat posisi bahasa Melayu sebagai bahasa yang menyatukan berbagai suku bangsa di Nusantara.
Setelah kemerdekaan, bahasa Indonesia yang berbasis pada bahasa Melayu, diresmikan sebagai bahasa nasional, menggantikan bahasa Belanda dan bahasa daerah sebagai alat komunikasi resmi. Langkah ini mencerminkan semangat kebangsaan dan keinginan untuk menghilangkan jejak-jejak kolonialisme.
Warisan Sejarah dan Budaya
Meski masa penjajahan membawa banyak penderitaan, peninggalan budaya dan arsitektur Belanda masih memiliki tempat dalam sejarah Indonesia. Kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, dan Surabaya menyimpan banyak bangunan bergaya arsitektur Belanda, yang kini dilestarikan sebagai situs sejarah. Museum-museum dan situs bersejarah ini menjadi saksi bisu dari interaksi yang kompleks antara Indonesia dan Belanda selama berabad-abad.
Selain itu, berbagai makanan dan kebiasaan kuliner seperti klappertaart, poffertjes, dan rijsttafel (hidangan khas Belanda) masih dikenal dan dinikmati oleh sebagian masyarakat Indonesia, mencerminkan warisan budaya yang tidak sepenuhnya hilang meskipun penjajahan telah berakhir.
Penutup
Sejarah panjang penjajahan Belanda di Indonesia meninggalkan jejak yang mendalam, namun tidak sampai mengubah bahasa masyarakat Indonesia secara keseluruhan. Keteguhan penduduk pribumi dalam mempertahankan bahasa lokal, ditambah dengan keterbatasan akses pendidikan untuk mempelajari bahasa Belanda, menjadi faktor utama mengapa bahasa penjajah itu tidak menjadi bahasa dominan di Indonesia.
Pasca kemerdekaan, Indonesia memilih jalan yang berbeda dengan menegaskan bahasa Indonesia sebagai simbol persatuan bangsa, meninggalkan bahasa Belanda sebagai bagian dari masa lalu yang hanya dipelajari oleh segelintir orang. Warisan Belanda tetap hidup, tetapi bukan dalam bentuk bahasa yang sehari-hari digunakan, melainkan dalam jejak sejarah, hukum, dan arsitektur yang masih dapat ditemui hingga saat ini.
Baca artikel CNN Indonesia “Indonesia Lama Dijajah Belanda, Tapi Kenapa Tidak Bisa Bahasanya?”